Kalangan pengusaha dan pekerja meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan kewajiban peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera) bagi pengusaha dan pekerja swasta.
Aturan Tapera termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.21/2024 tentang Perubahan atas PP No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Ketua DPP Apindo DKI Jakarta Solihin menyampaikan, pemerintah seharusnya tidak menjatuhkan sanksi bagi pengusaha atau pekerja yang tidak mendaftar sebagai peserta lantaran Tapera bersifat tabungan.
“Sekali lagi kita menuntut untuk membatalkan implementasi Tapera kepada perusahaan dan pekerja-pekerja sebagai suatu kewajiban,” kata Solihin di Kantor Sekretariat DPP Apindo DKI Jakarta, Senin (10/6/2024).
Solihin menuturkan, baik pengusaha maupun pekerja selama ini sudah dibebankan dengan berbagai potongan. Mulai dari Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh21), BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua, hingga BPJS Kesehatan.
Menurutnya, jika pengusaha dan pekerja swasta kembali dibebankan dengan Tapera, hal ini akan menjadi beban berat untuk perusahaan termasuk para pekerja swasta.
Baca Juga: Ini Yang Kalian Cari: Apakah Pekerja Yang Telah Memiliki Rumah Wajib Membayar Pajak Tapera?
Di sisi lain, Solihin menyebut bahwa program Tapera tumpang tindih dengan program yang sudah ada sebelumnya. Alih-alih mengimplementasikan Tapera, Solihin menilai pemerintah perlu memaksimalkan program manfaat layanan tambahan (MLT) BPJS Ketenagakerjaan.
Melansir laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, MLT merupakan program perumahan yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi para pekerja dalam memiliki rumah.
Melalui PP No.21/2024, penghasilan pekerja atau pekerja mandiri dipotong 3% untuk iuran Tapera. Besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%, sedangkan pekerja mandiri ditanggung secara mandiri.
Adapun, pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera adalah pekerja dan pekerja mandiri dengan penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera.
Selain itu, peserta Tapera ditetapkan berusia minimal 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar sebagai peserta Tapera.
Pekerja yang dimaksud meliputi calon Pegawai Negeri Sipil (PNS), Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, prajurit siswa TNI, anggota Polri, pejabat negara, pekerja BUMN/BUMD, pekerja badan usaha milik swasta, dan pekerja yang menerima gaji atau upah.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Ketua Komite BP Tapera, Basuki Hadimuljono mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk dapat menunda implementasi Tapera.
"Apalagi kalau [ada usulan], misalnya DPR, Ketua MPR, itu diundur.
Baca Juga: Pajak Tapera: Apakah Ini Niat Baik Pemerintah Atau Menambah Beban Untuk Pekerja?
Menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri, kita akan ikut," kata Basuki saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kamis (6/6/2024). Basuki menyatakan pemerintah juga tidak akan tergesa-gesa mengimplementasikan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) apabila memang dinilai belum siap.
"Menurut saya pribadi kalau memang belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa," ujarnya.
Penerapan Program Tapera ini dinilai akan berdampak terhadap perekonomian Tanah Air. Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kebijakan Tapera dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi negara.
“Selain itu, surplus bisnis juga mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun, mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha secara agregat di berbagai sektor menurun akibat kebijakan ini,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira saat dihubungi Infobanknews, Jumat 7 Juni 2024.
Kemudian, pendapatan pekerja juga turut akan terdampak, dengan risiko penurunan sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat bisa berkurang.
Baca Juga: Heboh Dan Menuai Banyak Pro & Kontra, Apa Itu Pajak TAPERA? Simak Penjelasan Lengkapnya!
Bhima juga menemukan, efek paling signifikan lainnya terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan Tapera menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, indikasi dari adanya pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan,” jelasnya.
Lanjut Bhima, meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.
Secara keseluruhan, kebijakan Tapera menggambarkan bahwa meskipun ada manfaat kecil dalam penerimaan negara, dampak negatif dari kebijakan iuran wajib Tapera jauh lebih besar, terutama dalam hal PDB, surplus bisnis, pendapatan pekerja, dan lapangan kerja.
“Oleh karena itu, kebijakan ini perlu dievaluasi dan disesuaikan untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap ekonomi,” paparnya.
Baca Juga: 6 Poin Penting Tentang Pajak TAPERA Yang Wajib Kamu Ketahui!!
Sumber: ekonomi.bisnis.com & infobanknews.com
Kembali